Rabu, 28 April 2010
kaluutt..kondangan ancur
ak bete bgd kmrn..uda ngarep bakal kondangan dgn suasana ceria..malah enggag
uda ujan..deres
cowq jemput ak jam7..n tmnq pgn brkt brg ak..jdinya ak nunggu dy. cowq ga mao..dy blg "temenmu ruwet,skr ujan..kl kelamaan nt ujannya deres lg,"
emg bener cii..tp ak uda janji gitu ama temnq.ak pikir dy naeg motor..toh sikonnya mgk sama2 keujanan..ga taonya dy naeg mobil..huuhhh
gitu iohh ga bilang. ak lak ga enak ma cowq.dy mikir kl ak bakal naeg mobil..dy uda nesu2
uda d tungguin,,malah naeg mobil
nyampe d kondangan dy masi nesu..ak sebel,,ga enag ama tmn2q
dan yg parah...
temen2q cew yg cm 3 org itu asikk cerita ndiri..ak ga dianggeep
ak mangkel..ak mrasa sendiri..
emg ak ga deket..tp iah jgn gt dunk..ak cm bisa ngmg ama cowq..ngademin dy,,byar dy ga ngambeg lagi
aplg pas foto brg..tmnq yg b3 itu mao foto ama manten..mrka ndiri..ga ngajag ak..huhuhu
ak ga di anggep
ak ga pny temen
tabiatq buruk
entahlah..
ak harus sendirian ngadepin idup ini
tanpa manja dr ortu..tanpa perhatian teman
tanpa kesabaran pacar
Rabu, 14 April 2010
curhat part 1
ak yakin ga da 1org baca blogq..so ak pd aja crhat sesuka hati..hehe
lgsg aja..
sbg manusia ak b'sukur dgn apa yg ak pny..ak pny klwrga,tmn,pcr yg setia walo jumlahnya ga bny.ada 1temenq yg popular bgd..dy emg cantik,,kaya,,lucu,,dy kaia sempurna bgd..mgk hny 1 kekurangannya..dy bego.dy anak or kaya yg bisa manfaatin kekayaan ortunya bwt kemajuan pendidikannya.
ak bukannya iri..cm ngliad dy kug enaaag bgd..perfect.tmn bny,dy cakep,duid bny,mao kmn aja oke ortu ga nglarang,mnta apa aja lgsg d turutin,bny cow yg antri bwt jd pcrnya, potogenic juga
kalo dkasi nile dy mah 90..
mgk ak cm ga nyadari aja apa yg uda Tuhan kasi k aq..benernya Tuhan sayang sama ak,,pstinya Dia ngasi rahmat n rejeki bwt ak..mgk ak aja kali yg ga ngehh..
sadarkanlah hambamu ini Tuhan
Selasa, 16 Juni 2009
DRAMATIK SEBUAH SKENARIO? BAGAIMANA BIKINYA?
Kalau kkta menonton sebuah sinetron atau film layar lebar, kadang kita suka terbawa tegang atau berharap-harap cemas, bagaimana kelanjutannya? Coba aja nonton film layar lebar “Scream 1” dan sekuelnya. Pasti jantung kita akan dipacu! Deg-degan juga. Gambar demi gambar disajikan secara berurutan. Ekspresi wajah si pembunuh yang sadis saat menghujamkan pisaunya! Para korban yang meregang nyawa! Semuanya begitu rapih dan terorganisir! Kok, bisa?
DETIL
Iya, ya. Kok, bisa-bisanya begitu, ya! Lihat saja, gambar-gambar berpindah dengan cepat. Dari langkah kaki pembunuh yang mengendap-endap, lalu ke tangannya, ke pisaunya, berpindah ke wajah calon korban yang ketakutan, ke tangannya yang gemetar, terus hanya gambar lorong-lorong yang sepi dengan suara jantung si calon korban yang berdegup kencang atau desah napasnya yang ketakutan, lalu berpindah lagi ke sorot mata si pembunuh yang tajam dan dingin, ke gerak bibirnya yang bengis. Pokoknya, bikin kita nggak bisa beranjak dari kursi! Belum lagi diisi dengan ilustrasi musik yang juga makin menambah ketegangan.
Itu di jenis-jenis film horor! Yang drama keluarga juga bisa seperti itu! Lihat saja sinetron-sinetron itu. Orang tua (terutama ibu) serta para pembantu, dibikin bercucuran air matanya. Dibuat panas-digin menunggu kapan sepasang kekasih itu berakhir happy di kursi pengantin.
Di situlah kita baru “ngeh”, bahwa kekuatan awal memagn di skenario. Ibaratnya itu adalah blue printnya. Sutradara akan sangat terbantu dengan adanya skenario yang baik. Terutama sebuah skenario yang unsur dramatiknya kuat, dimana di dalamnya terkandung banyak kondisi emosional intelektual para tokohnya, seperti rasa sedih, kaget, isak tangis, perasaan cemas, tegang, rasa bangga, dan bahagia. Ini semua harus dengan detil digambarkan di skenario, supaya sutradara bisa menterjemahkannya lewat bahasa gambar. Contoh skenarionya bisa saja seperti ini:
01. INT. SEBUAH RUMAH, KAMAR/RUANG KELUARGA – MALAM – H1
Pemain: Kkorban
Establishing shot: Sebuah rumah di pinggiran kota. Saat hujan lebat. Lampu penerangan byar-pet.
Di dalam rumah. Di kamar atau ruang keluarga. Korban yang baru saja selesai sholat tampak sangat cemas, ketika menyadari lampu penerangan gelap.
SFX:
Suara hujan, angin, dan petir….
Si Korban beregas bangkit, meraba-raba menuju jendela dan menutupnya rapat-rapat. Lalu merayap-rayap mencari korek api dan lilin di laci meja.
SFX:
BRAAAK, bunyi pintu yang tertutup karena angin.
INSERT: Pintu antara ruang keluarga dan dapur tertutup dengan keras, karena angin dari arah luar.
Si Korban berteriak kaget. Lilin yang sudah dinyalakanya terjatuh.
CUT TO
02. EXT. SEBUAH RUMAH, HALAMAN – MALAM – H1
Pemain: Pembunuh
Di halaman, sepasang kaki bersepatu boot menginjak halaman berumput yang basah tersiram hujan. Sepasang kaki itu terus melangkah menuju samping rumah. Ujung jas hujannya menutupi kakinya sampai ke betis. Tangannya memegang pisau yang biasa dipakai untuk memotong ternak. Sorot matanya tajam dan dingin.
Kini tubuh yang dibalut jas hujan denan penutup kepala, yang melindungi sebagan wajahnya, terus berjalan menuju pintu dapur. Dengan ujung gagang pisau, sekali pukul, kaca itu pecah!
SFX:
Suara kaca pecah.
CUT TO
03. INT. SEBUAH RUMAH, KAMAR/RUAGN KELUARGA – MALAM – H1
Pemain: Korban
Wajah korban yang masih bermukena makin cemas. Dia memasang pendengarannya baik. Korek api yang tadinya menyala langsung ditiupnya. Cahaya pun kembali gelap. Dalam kegelapan samar-samaaar terlihat bibir si korban bergerak-gerak berdzikir.
Korban:
(Berdzikir) Siubhanallah, subhanallah, subhanallah…..
Dan seterusnya….
Dari penggalan skenario di atas, sutradara berusaha menuangkannya dalam bentuk-bentuk shot (angle kamera). Dia pasti akan menggali semua kemampuannya, agar adegan di atas ini bisa membuat jantung penonton berdegup kencang. Bisa jadi akan banyak penambahan dari interpretasi si sutradara. Itu sah-sah saja sepanjang tidak merubah maksud dan isi adegan itu. Biasanya sebelum sutradara mengeksekusi skenario tersebut ke dalam shot-shot kameranya, selalu ada pertemuan bedah skenario. Produser, sutradara, penulis, dan tim produksi lainnya (asisten sutradara, penata artistik, kostum, dll) berkumpul membicarakan skenario dari aspek produksinya. Di sanalah mereka saling melempar pendapat, memberi masukan, kritikan, dan apa saja yang tujuannya memperbaiki skenario. Tentu semuanya disesuaikan dengan situasi dan kondisi, baik itu biaya, kondisi cuaca di lapangan artau lokasi, serta jadwal pemain yang padat. Dari hasil bedah skenario itu biasanya akan menghasilkan kesepakatan, bahwa ada penambahan atau pengurangan skenario. Penulis pun merevisi skenario yang ditulisnya.
SIMBOL
Kalau kita perhatikan sinetron di TV, kadang kita suka menemukan simbol-simbol dari benda-benda (kendaraan, tas, pisau, jam dinding, patung), asesoris yang dipakai para tokoh/pemain (kalung, cincin, anting, sabuk), warna-warna (merah, hitam, putih), lokasi atau tempat (stasiun kereta api, tempat pembuangan sampah, mesjid, Borobudur, sungai, kuburan), dan bunyi-bunyian (lonceng di tengah malam, bunyi kelintingan tukang pijat, klakson kereta dan kapal, giring-giring, bunyi terompet), serta bentuk phisik para tokoh (si bongkok, si pincang, si picak, si muka codet). Dalam wilayah drama lambang-lambang ini bisa juga disebut metaphora.
Sebagai penulis skenario kita sudah harus mahir menampilkan lambang, simbol, atau metaphora ini. Caranya beragam. Pertama, bisa dengan cara pengulangan. Misalnya, si tokoh utama kita tampilkan selalu menggunakan pakaian yang sopan dan peci/kopiah. Kalau kkta perhatikan tokoh “Jaka” dalam sinetron “Jalan Lain Ke Sana” (SCTV) yang berpakaian celana pantalon, kemeja sederhana, serta kopiah atau “Al Bahri” dalam mini seri “Al Bahri (Aku Datang dari Lautan)” (Indika – TV7) yang memakai pakaian, kopiah, gamis serta ransel tentara, secara sepintas sudah terbangun karakter kedua tokoh itu lewat simbol-simbol kebendaan di sekitarnya. Lewat pakaian yang dikenakannya. Kopiah di kepala mereka. Jika itu terus dsitampilkan berulang-ulang secara konsisten, jangan heran kalau suatu saat pakaian mereka akan menjadi trend di kalangan pemirsa muda. Sudah banyak terjadi ‘kan, bagimana pemirsa muda kita meniru potongan rambut. Kalau untuk “bad character”nya, bisa dimunculkan dengan seoragn tokoh yang suka membawa-bawa pisau lipat atau tato. Berkat pengulangan itu, maka para tokoh tersebut akan dengan cepat diterima oleh pemirsa kekhasannya.
Yang kedua, melalui nilai yang diberikan para tokoh. Misalnya dengan kopiah yang dipakai “Al Bahri” dan “Jaka”, itu juga menginformasikan nilai keyakinan agama mereka. Tasbeh yang sering digenggam tokoh Pak Haji, misalnya. Seorang tokoh yang selalu memungut benda-benda tajamdi tengah jalan (misalnya paku, duri, pecahan kaca). Tokoh yang selalu tidak mengambil uang kembalian recehan jika membeli koran, tokoh yang akan trenyuh jika melihat kucing kelaparan, dan tokoh yang selalu memberi recehan sekedarnya kepada pengemis buta. Aktivitas-aktivitas dari para tokoh seperti itu, kelihatan kecil dan terkesan sambil lalu. Tapi, jika si sutradara concern dengan apa yang ditulis oleh penulis, maka itu akan memberikan nilai-nilai yang dalam para para tokoh. Bukan mustahil para tokoh itu akan mewarnai dalam struktur dramatik cerita secara keseluruhan.
Ketiga, simbol-simbol yang membenturkan aktivitas para tokoh dengan tempat atau objek secara paralel. Misalnya, jika kita sedang menggambarkan tokoh seorang ibu yang cerewet, bisa saja ditampilkan lewat gambar seoragn ibu dengan rambut di roll dan wajah berbalut maskara dengan gambar yang lain, yaitu bebrapa ekor ayam betina yang sedang berebut makanan atau sedang ribut berkokok-kokok. Simbol yang tertangkap pada karakter si ibu, adalah seorang waita yang cerewet, sering ngegosip, dan cepat tersinggung (panasan) jika tetangganya baru ketiban rezeki. Di sini peranan editor di ruagn editing bersama sutradara dan penulis sangat penting. Dibutuhkan kerja sama yang kompak saat menghubung-hubungkan gambar-gambar audio visual itu. Jangan sampai terjadi kerancuan, karena nanti bisa amburadul.
Paling buncit, keempat, melaui tekanan visual dan alat musikal. Peran sutradaralah yang menonjol di sini. Penulis sebaiknya juga mencoba menuangkannya dalam skenario. Misalnya lewat visual, sutaradara akan menampilkan para tokoh secara close up pada beberapa bagian penting (phisik; mata, bibir, tangan)). Sedangkan musikal, cobalah sebagai penulis mulai menggali atmosphere (bunyi-bunyian alamiah) dari setiap adegan atau scene yang kita bangun. Misalnya, musik apakah yang cocok saat adegan di pekuburan (apakah bunyi petir atau terompet kematian), di hutan (bunyi cericit burung dan gemuruh air terjun).
Nah, gampang kan? Coba aja latihan.
Siapa takut!
Format Skenario
Format skenario itu seperti apa, sih? Pasti bingung, ya! Memang beda-beda, kok. Untuk yang satu dan setengah jam, jelas beda. Coba aja pelototin. Pasti beda. Belum lagi yang telesinema seperti FTV (film televisi) atau telesinema (televisi sinema – format layar lebar yang di televisikan).
IKLAN
Dalam konsep industri seperti sekarang, di mana kita disodorkan fenomena para praktisi TV bisa dengan mudah meloncat dari satu TV ke TV tetangga, bahkan pergantian menejer serta direktur sudah hal biasa, tayanan sebuah sinetron nggak bisa lepas dari iklan. No iklan, ya no money. No money, ya no rating. No rating, ambruklah TV itu. Ujung-ujungnya memang duit. Dari rating yang sudah dibakukan oleh AC Nielsen (lembaga terpandang made in USA), akan kelihatan kalau sinetron itu bisa menguntungkan atau nggak, karena disukai dan ditonton pemirsa.
Apa kontribusi penulis skenario? Ya, jelas ada. Penting banget. Penulislah yang tahu banget, kapan sebuah adegan dipotong dan digantikan dengan iklan (commercial break), sehingga pemirsa “kesal” dan “kecewa”, lalu tetep stay tune di TV itu, karena nggak mau ketinggalan kelanjutan dari adegan yang terpotong iklan itu. Kalau si pemirsa memindahkan chanel lewat remote controle ke TV lain, celakalah program itu! Biasanya bagian yang dipotong iklan ini disebut cliff hanger (adegan yang dibiarkan menggantung).
BABAK
Sinetron bedurasi 30 menit (kadang bersihnya bisa 22 menit kalau standar, tapi kalau iklannya penuh bisa cuma 18 menit) format skenarionya terbagi 3 babak (act). Masing-masing babak (act) bisa terdiri dari kisar 4 sampai 6 scene (adegan). Kalau ditotal bisa berjumlah sekitar 12 - 18 scene/adegan. Tayangan iklannya ada 3 kali plus 1 kali setelah opening di awal cerita (bisa setelah credite title; nama-nama pemain dan crew produksi). Jumlah halamannya antara 16 – 25 halaman. Idealnya berkisar 20 halaman. Durasi ini biasanya cocok untuk Serial TV seperti “LUV” (RCTI), “Saras 008” (IVM) atau komedi situasi.
Durasi 60 menit sebetulnya isi ceritanya bisa saja 48 – 42 menit. Malah ada yang cuma 38 menit, karena iklannya penuh. Biasanya ini terjadi pada sinetron yang sangat digemari pemirsa dengan episode panjang. Di kita ada “Tersanjung” (IVM) dan “Si Doel Anak Sekolahan” (RCTI). , serta yang akan menyusul “da Apa dengan Cinta” (RCTI), yang sudah ikontrak RCTI sebanyak 1004 episode. Ngggak menutup kemungkinan lho, jika pemirsa remaja suka, episodenya akan diperpanjang.
Skenario 1 jam terdiri dari 5 babak (act). Setiap babaknya terdiri dari 6 – 8 scene/adegan. Kalau ditotal 30 – 40 scene/adegan. Untuk durasi 1 jam ini, kita mesti pandai-pandai membentuk plot/struktur cerita, konflik, misteri, percintaan, drama, persahabatan, komedi, tragedi, dan kejahatan menjadi satu tayangan yang menarik. Kadangkala kehidupan masa lalu para tokoh juga bisa menjadi bumbu-bumbu penyedap untuk dituangkan di skenario. Kalau telesinema bisa mencapai 9 babak/act. Durasinya mencapai 90 menit plus iklan. Isi ceritanya sih bisa 70 menitan.
Sabtu, 30 Mei 2009
Resensi Film "dEfianCe"
“Jews have different way of thinking from the others”
Mr. Delta
Film ini bisa dibilang selevel dengan Schindler List, Sound of Music, The Pianist atau Life Is Beautiful. Inti film-film ini sama, yaitu menceritakan kehidupan kaum Yahudi yang bertahan pada saat PD II. Tapi, Defiance bisa dibilang cukup beda. Di film-film sebelumnya mungkin kaum Yahudi digambarkan sebagai pihak yang lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa, dan hanya menunggu uluran tangan dari mereka yang di atas. Akhirnya, film ini memberikan kita gambaran lain tentang sebuah potret perjuangan kaum Yahudi di Belarusia melawan opresi dan kekejaman Tentara Nazi Jerman.
Bielski Otrad, URA!!
Film ini berjudul “Defiance”, berarti “Pembangkangan” dalam bahasa Indonesia. “Defiance” berkisah tentang kehidupan keluarga Bielski, sebuah keluarga Yahudi, yang terdiri dari 4 orang yaitu Tuvia, Alexander “Zus” , Asael, dan Aron Bielski yang tinggal di daerah Stankiewicze, Belarusia. Mereka berempat harus tinggal di hutan setelah daerah mereka di agresi oleh tentara Nazi Jerman, yang dimana tentara Nazi juga membunuh beberapa saudara terdekat mereka. Di tengah hutan pun, mereka menemukan lagi banyak orang bernasib sama seperti mereka. Diserang, lalu kabur ke tengah hutan.
Dalam perjalanan, mulailah terkumpul banyak orang. Dari jauh di Polandia pun ada. Asal pekerjaannya pun beragam, entah pernah menjadi seorang jurnalis atau seorang violinis. Dalam perjalanan, akhirnya komunitas pengungsi Yahudi ini berkembang besar dan kemudian bekerjasama dengan partisan Tentara Merah yang juga bermarkas di tengah hutan, dipimpin oleh Letnan Viktor.
Film ini juga dibumbui berbagai macam konflik, mulai dari kisah asmara sampai pertentangan antar dua saudara, Tuvia dan Zus, yang berduel tentang masalah kepemimpinan dan komunitas yang mereka bentuk. Di titik inilah, Zus akhirnya meninggalkan Tuvia dan ikut Tentara Merah.
Sebuah kehidupan di tengah hutan
Bersama para rabbi di Ghetto Minsk, Tuvia mencoba mengajak masyarakat Yahudi untuk ikut mengungsi
Komunitas Yahudi ini pun terbentuk beberapa hari setelah agresi dan berkembang pesat beberapa minggu setelahnya. Begitu banyak para pengungsi, entah dari Ghetto di kota atau dari desa-desa di penjuru Belorusia sampai Polandia yang kabur ke hutan ini. Mereka membangun sebuah desa sederhana yang kecil, dipimpin oleh Tuvia Bielski.
Jangan salah lihat!! Ini bukan Stalin, tapi Tuvia Bielski!
Dalam komunitas ini, banyak peran yang muncul. Misal saja, seorang guru sekolah yang kemudian menjadi pemuka agama setempat (rabbi). Sang rabbi ini terlihat sebagai seorang sesepuh, tapi tampak jarang memberikan advice kepada Tuvia (mungkin takut dengan kegarangan Tuvia). Ada juga seorang suster yang menjadi dokter disana. Atau mungkin seorang jurnalis yang terpaksa jadi tukang kayu, walaupun payah, tapi dia sering bertukar pikiran dengan sang rabbi dan menjadi teman baik bagi rabbi.
Filosofi dan budaya orang Yahudi
Sebuah pemukiman Yahudi yang hancur di Belorusia
Film ini juga menggambarkan begitu jelas cara hidup orang Yahudi yang ingin bertahan dalam kondisi sesulit apapun. Saat musim dingin tiba, saat dimana makanan susah dicari dan didapat, Tuvia menemukan jalan keluarnya. Dia menembaki kudanya begitu saja, dan memberikannya kepada para wanita untuk dimasak, karena sudah beberapa hari para pengungsi tidak makan karena kehabisan suplai.
Atau mungkin pada saat berhadapan dengan rawa-rawa yang begitu dalam, adik Tuvia, Asael mengingatkan para pengungsi tersebut, “Hey kalian semua! Tidakkah kalian ingat bahwa Musa bisa menyebrangi Lautan Merah? Dengan kehebatan Tuhan dia bisa menyebrangkan seluruh umatnya! Kita memang tidak punya nabi! Tapi kita bisa membuat mukjizat kita sendiri dengan kepintaran dan tenaga yang kita punya! Tuhan telah memberikan itu semua untuk kita supaya bertahan!” Apa yang kira-kira para pengungsi Yahudi ini lakukan? Yak, mereka membuat rantai dari sabuk sebagai pegangan untuk mereka agar tidak lepas. Mereka pun sampai di sebuah tanah lapang.
Seperti layaknya Musa dan umatnya sampai di Tanah Yang Dijanjikan.
Film ini juga banyak menggambarkan kebudayaan orang Yahudi. Saat Asael dan Chayyah menikah, digambarkan upacara pernikahan ala Yahudi, yang kurang lebih agak sama dengan upacara pernikahan orang Kristen. Lagu-lagunya pun JEWISH sekali, dengan irama biola dan klarinet yang.. uhh.. coba deh.. anda dengarkan komposisi karangan Itzhak Perlman! Yah… kurang lebih seperti itulah nadanya. Ada yang irama Waltz.. tapi juga ada yang sendu..
Aroma Cinta
Huh.. ini agak saya sebalkan. Cinta di Defiance kurang mantap alurnya, jadi saya anggap cukup mengganggu dan hanya sebagai additional spice untuk film. Lebih mantap lagi kalau ditambahkan unsur battle-nya
Battle!
Bielski Otrad patrolling
Di film ini, Battle yang terjadi kebanyakan adalah battle yang aksidental dan frontal, juga ambush karena memaang pengungsi Yahudi yang tergabung dalam Bielski Otrad (Brigade Bielski) ini hanya sekitar 10-100 personel. Tidak terlalu banyak, tapi cukup untuk membuat kacau balau barisan pasukan Jerman yang berpatroli. Mereka bahkan sukses menawan sebuah tank saat pertempuran terakhir, saat Tuvia dan Zus bersatu kembali.
Senjata rifle “Karabiner 98″ inilah yang sering digunakan Nazi dan dirampas oleh Partisan.. sepertinya memang Bielski Otriad juga memakai senjata ini
Pada awalnya, tentara Bielski ini tidak mempunyai senjata apapun. Itupun awal-awal boleh minjem (dan cuma dikasih revolver dengan 4 peluru) sama seorang petani yang agak muka-dua sama Nazi, tapi akhirnya si petani ketauan sering berinteraksi dengan Bielski dan terbunuh. Pasukan Bielski pun semakin mendapatkan banyak senjata setelah melewati berbagai pertempuran dan ambush-ambush kecil di tengah hutan atau sabotase kantor polisi.
Mereka juga hebat dalam taktik gerilya. Yah wajar, mereka udah tau daerah mereka duluan sih.. Jadi mau kemana aja sampe nyasar its okay, malah tentara Nazinya yang nyasar.
Dari Kisah Nyata!
Yak ternyata Defiance pun berasal dari kisah nyata, dan diambil dari Buku berjudul “The Bielski Brothers” karangan Peter Duffy pada tahun 2003.
Disebutkan bahwa Brigade Bielski ikut dalam Operasi Barbarossa, sebuah operasi untuk mempertahankan the “Motherland Soyuz Sovietkikh Sosialitskikh Republitsky” bersama Tentara Merah yang dipimpin oleh Jenderal Viktor Platon (Komandan Tentara Partisan Soviet) dalam Perang Dunia Kedua melawan Nazi dan Tentara Axis (baik? ngga tuh! hahaha).
Apa yang terjadi pada keluarga Bielski setelah perang dunia? Tuvia dan Zus kemudian pergi ke Amerika membangun sebuah bisnis (waah Jewish abis) setelah menetap sebentar di Palestina. Sayang, Asael Bielski sudah gugur saat harus membela Soviet pada tahun 1944. Kemudian pengungsi-pengungsi lainnya pun berdiaspora hingga ke seluruh dunia, sampai beranak cucu, dan melahirkan generasi-generasi penerus mereka.
Bukti Holocaust?
NOT AGAIN!
Film ini memang menunjukkan beberapa bukti dari Jews-cleansing effort oleh Nazi Jerman, tapi tidak disebutkan dalam film ini bahwa 6 juta Yahudi telah dibunuh oleh Nazi di Eropa! Kebohongan besar bagi mereka yang mengatakan hal tersebut, bahkan seorang Noam Chomsky yang Yahudi sekalipun menampik Holocaust!
Beberapa pelajaran yang mungkin dapat anda temukan di film Defiance:
1. Keimanan membuat kita kuat.
2. Persahabatan itu penting daripada sekedar harta! Sahabat sejati rela menolong kita saat kita dirundung apapun, amunisi beretta kah, atau utang yang mendera.
3. Keluarga adalah SEGALANYA
4. Berpecah belah membuat segalanya menjadi hancur. Absolutely broken!
5. Hidup merupakan pilihan. Pilihlah yang membawa kebaikan.
6. Kasih sayang membawa keberkatan. Tidak ada salahnya kan berkasih sayang?
7. Toleransi terhadap sesama itu penting. Jangan menurut ego diri!
8. Berbagi terhadap sesama itu luar biasa.
9. Yang kuat bukannya menjegal yang lemah, harusnya membantu yang lemah!
10. Kesombongan dan arogansi merupakan akhir dari segalanya.
11. Pengkhianatan lebih gelap dari pada semut di malam hari. Lebih buruk daripada bohong seribu kali. Lebih kejam daripada tamparan seribu kali.
12. Kemerdekaan ialah hak segala BANGSA!!
13. Tidak boleh ada diskriminasi agama, ras, sukubangsa!
14. Cinta bisa datang kapan saja
Jumat, 22 Mei 2009
apa cii SinEmaTogRafi ituw??
bahasa Latin kinema 'gambar'. Sinematografi sebagai ilmu terapan merupakan bidang ilmuyang membahas tentang teknik menangkap gambar dan menggabung-gabungkan gambar tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide (dapat mengemban cerita).
Sinematografi memiliki objek yang sama dengan fotografi yakni menangkap pantulan cahaya yang mengenai benda. Karena objeknya sama maka peralatannyapun mirip. Perbedaannya, peralatan fotografi menangkap gambar tunggal, sedangkan sinematografi menangkap rangkaian gambar. Penyampaian ide pada fotografi memanfaatkan gambar tunggal, sedangkan pada sinematografi memanfaatkan rangkaian gambar. Jadi sinematografi adalah gabungan antara fotografi dengan teknik perangkaian gambar atau dalam sinematografi disebut montase (montage).
Sinematografi sangat dekat dengan film dalam pengertian sebagai media penyimpan maupun sebagai genre seni. Film sebagai media penyimpan adalah pias (lembaran kecil) selluloid yakni sejenis bahan plastik tipis yang dilapisi zat peka cahaya. Benda inilah yang selalu digunakan sebagai media penyimpan di awal pertumbuhan sinematografi. Film sebagai genre seni adalah produk sinematografi.
Tentang Sinematografi
Sejarah sinematografi sangat panjang, namun di sini tidak akan dibahas tentang “perjalanan” sinematografi dari awal. Kemajuan teknologi akan terus berkembang, demikian juga dengan teknologi sinematografi, sehingga kini dikenal dengan sinematografi digital. Kemajuan ini tentu saja akan lebih memudahkan para sineas dalam berkarya. Sebelum lebih lanjut membahas sinematografi, baiknya kita fahami dulu makna dari sinematografi itu sendiri. Sinematografi adalah kata serapan dari bahasa Inggris cinematograhy yang berasal dari bahasa latin kinema ‘gambar‘. Sinematografi sebagai ilmu serapan merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan menggabung gabungkan gambar tersebut hingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide.
Sinematografi memiliki objek yang sama dengan fotografi yakni menangkap pantulan cahaya yang mengenai benda. Karena objeknya sama maka peralatannya pun mirip. Perbedaannya fotografi menangkap gambar tunggal, sedangkan sinematografi menangkap rangkaian gambar. Penyampaian ide pada fotografi memanfaatkan gambar tunggal, sedangkan pada sinematografi memanfaatkan rangkaian gambar.Jadi sinematografi adalah gabungan antara fotografi dengan teknik rangkaian gambar atau dalam senematografi disebut montase atau montage.
D.O.P
D.O.P atau Director of Photography adalah seorang seniman yang melukis dengan cahaya. Dia harus familiar dengan komposisi dan semua aspek teknik pengendalian kamera dan biasanya dipanggil untuk menyelesaikan permasalahan teknis yang muncul selama perekaman film. D.O.P sangat jarang mengoperasikan kamera. Kerja D.O.P sangat dekat dengan sutradara untuk mengarahkan teknik pencahayaan dan jangkauan kamera untuk setiap pengambilan gambar. “Itu adalah salah satu alasan utama kita untuk berusaha mendapatkan uang untuk menjadi entertain. Karena jika bukan untuk bakat dan pengetahuan sinematografer tidak ada jalan untuk membuat dunia kata-kata penulis kedalam gambar yang bisa dilihat oleh semua orang” demikian kata Sinematografer Michael Benson.
Banyak orang berpikir bahwa sutradara mengatur seorang aktor apa yang harus dia lakukan dan D.O.P mengambil gambar. Ini benar, tetapi ada banyak lagi proses selain hal tersebut. Perubahan dari script ke dalam layar lebar adalah melalui lensa seorang D.O.P. Pembuatan film adalah bekerja bersama dengan apa yang ada disana, dan memfilter apa yang ada disini melalui suatu alat yang disebut kamera. Sampai frame pertama digunakan, ini hanyalah sebuah kontrak, ide, konsep, script dan harapan.
Sinematografi tidaklah hanya melihat melalui kamera dan mengambil gambar. Namun tentu saja memerlukan mata yang tajam dan imaginasi yang kreatif. Ini juga memerlukan pengetahuan tentang kimia dan fisika, persepsi sensor yang tepat dan tetap fokus kepada detail. Hampir dari semua itu memerlukan kemampuan untuk memimpin dan juga mendengar, untuk menjadi bagian dari tim kreatif dan proses, dapat dengan memberikan saran yang membangun dan kritis. Sinematografer memerlukan waktu yang panjang dalam pekerjaannya dan memerlukan pengamat, waktu yang pendek untuk masuk ke dunia yang baru
Bekerja dengan Sutradara
Tanggung jawab utama dari D.O.P adalah untuk menciptakan jiwa dan perasaan dalam gambar dengan pencahayaan mereka. Tergantung kepada gaya sutradara, anda dapat memutuskan untuk memilih penampilan film anda sendiri, atau, biasanya setelah meeting dengan sutradara dan biasanya dilakukan bagian artistik yang anda pilih untuk mengatur teknik pencahayaan yang sesuai. Atau sutradara memiliki ide sendiri seperti apa bentuk film ini dan ini akan menjadi tugas D.O.P untuk memenuhi keinginan ini. Semua jalan kerja yang berbeda-beda ini hanyalah panduan yang menyenangkan dalam usaha untuk memenuhi harapan sutradara dan memberikan apa yang dia inginkan dan semoga memberikan kebanggaan dan kesetiaan seorang sutradara.
Sutradara dan sinematografer seharusnya secara konstan berdiskusi tentang angle kamera, warna, pencahayaan, blocking dan pergerakan kamera. Sutradara tahu apa yang dia inginkan. Bagaimana dia mengerjakan ini biasanya tergantung kepada sinematografer. Sinematografer menawarkan ide dan menerima penolakan. Sutradara adalah kapten dari kapal. Seberapa banyak atau sebatas mana kolaborasi yang dia inginkan adalah keputusannya
Sinematografer Darius Khondji mengatakan ”Saya melihat pekerjaan saya adalah untuk membantu director dalam memvisualisasikan film. Ini akan menjadi proses yang terus-menerus, ada banyak hubungan dengan sutradarara tidak hanya sebatas profesional, sering kali menjadi teman dekat dalam kolaborasi kami. “
“Sebagai seorang manager, saya mempelajari banyak hal tentang bagaimana mengatur orang. Saya belajar bagaimana merencanakan dan apa peran penting sebuah tim. Saya belajar cara menangani lokasi, bekerja sebagai AD, mengendarai mobil, dan sebagian pertunjukan, bahkan sebagai pemegang kunci. Semua posisi adalah pelajaran yang tidak ternilai,” kata Neil Roach.
Salah satu pelajaran terpenting yang telah dipelajari Neil Roach sepanjang karirnya tentang pembuatan film adalah mengenai kolaborasi. “Saat anda bekerja dengan sutradara yang tepat, anda dapat menghasilkan kerja yang menakjubkan” Dia berkata, “Tidak menjadi masalah dengan sutradara, yang harus anda lakukan adalah anda bekerja yang terbaik. Karena tugas alami seorang kameramen adalah selalu berkata ‘tidak’. Tidak, anda menginginkan terlalu banyak cahaya. Atau ‘tidak’ anda tidak dapat melakukan ini dan itu. Dalam hati, saya selalu menggambarkan ini untuk menyenangkan diri saya sendiri, dan memperoleh apa yang saya inginkan pada waktu yang sama, memberikan pegawai apapun yang mereka inginkan.”
Sebagai seorang kepala departemen senior, D.O.P diharapkan dapat menjadi contoh keseluruhan unit. Sering kali hanya individu dari sinematografer yang bekerja sebatas kualitas fotografi saja. Ketepatan waktu, perilaku kru, pakaian, kesopanan semua menjadi satu, setidaknya bagian dari D.O.P sehingga mereka menetapkan standar profesional untuk setiap kru. D.O.P bertangung jawab untuk semua hal yang berkaitan dengan fotografi pencahayaan film , exposure, komposisi, kebersihan, dll, yang semua itu adalah tanggung jawab mereka
“Operator kamera memainkan peran yang terpenting dalam membuat film dengan sutradara. Seorang operator pemula akan tidak percaya diri dengan sutradara. Ada segitiga sutradara, kamera (dan operator) , serta aktor” Michael Benson menjelaskan “Saat segitiga tersebut rusak, jalur komunikasi juga akan rusak. Ini dapat menjadi berbagai bentuk, tetapi segitiga tersebut adalah hal terpenting dari film dan pencerita dapat berafiliasi dengan ini. Operator adalah orang yang tahu jika suatu pengambilan sudah fokus. Saat ini ada suatu kesalahan bahwa teknologi dapat membetulkannya. Tetapi jika pengambilan tidak fokus, tidak ada teknologi yang dapat merubah supaya fokus”
Grip
Grip bertanggung jawab pada dolly track dan semua gerakan yang dilakukannya. Dia juga bertanggung jawab untuk memindahkan tripod untuk setup selanjutnya: focus puller biasanya bersama dengan kamera. Salah satu hal terpenting adalah kamera tidak boleh dipindahkan saat dia masih berada di tripod. Grip juga bertanggung jawab terhadap gedung, atau mengatur gedung, mengawasi gedung, setiap konstruksi yang diperlukan untuk mendukung jalur atau pergerakan kereta supaya bisa berjalan. Tingkat dan kerataan kerja dorongan track adalah kunci sukses pengambilan gambar. Perawatan jalur dolly dan peralatannya adalah tugas grip. Mereka akan sering membangun atau membuat beberapa hal kecil untuk memperbaiki kamera di hampir setiap objek
Gaffer
Gaffer adalah seorang kepada elektrik dan akan bekerja langsung dengan D.O.P. Beberapa D.O.P akan menentukan bentuknya dan pintu gudang dan yang tidak dia inginkan- ini tergantung kepada bagaimana mereka ingin bekerja bersama, Sering D.O.P akan dekat dengan gaffer daripada anggota kru lain. Mereka sangat vital untuk kesuksesannya
Sejak pertama kali sinematografer Ward Russell “naik“ menjadi Director Photography, dia memberikan nasihat kepada gaffernya “Saya selalu memberitahukan kamu bahwa kamu dapat belajar dari bayangan daripada dengan melihat cahaya Anda dapat mengatakan arah, kelembutan, intensitas, dan perbandingan kepada bayangan. Bayangan memberikan kamu kontras dan kontras yang memberikan kamu bentuk dan drama. Exposure saya selalu sesuai, tidak lebih, seberapa detail saya ingin melihat dalam bayangan sama dengan seberapa terang saya ingin dari cahaya. Untuk saya, sekali anda memiliki titik yang tepat untuk cahaya, proses kreatifnya adalah seberapa banyak cahaya yang dapat anda ambil“
Kamera Film
Manusia telah dibohongi oleh film selama berabad-abad. Salah satu alasannya adalah oleh satu peralatan kecil sederhana (yang juga merupakan peralatan dasar sinematografer), kamera film, untuk merekam langsung dari imaginasi kita. Hal pokok dari kamera film adalah beberapa kotak, salah satunya dengan lensa di depan dan mekanisme yang dapat ditarik sesuai dengan lama film setidaknya enam belas kali setiap detik
Hal lainnya memiliki panjang yang sesuai untuk mekanisme film, dengan ruang yang tersisa untuk mengambil gambar setelah exposure. Saat gambar-gambar dari alat ini diproyeksikan oleh mekanisme yang sesuai, mereka memberikan representasi dari scene asli dengan semua pergerakannya yang ada didalamnya untuk ditampilkan dengan benar.
Bagian mesin yang sangat tepat ini memiliki sejumlah fungsi, yang masing-masing memerlukan pemahaman dan perawatan, dari kamera untuk tetap menghasilkan yang terbaik dan konsisten. Seorang kameramen pemula harus mencoba untuk familiar dengan itu semua dan nyaman dengan pengoperasian kamera, sehingga dia dapat berkonsentrasi untuk aspek kreatif dari cinematography. Pergerakan mekanisme film adalah berbeda dengan kamera saat hanya sebagai sebuah kamera. Ilusi dari pergerakan gambar diciptakan oleh pergantian fotografi yang cepat
Menghasilkan gambar yang bergerak cepat dengan panjang tertentu dari gambar yang ada adalah yang menjadi perhatian dari pandangan manusia. Jika gambar dipancarkan ke retina, mata manusia akan melihat gambar, singkatnya, secara keseluruhan dan seterusnya, untuk periode yang singkat, gambar akan tetap berada di dalam manusia saat menjadi redup atau menghilang.
Jika gambar kedua ditembakkan ke retina manusia akan dapat melihat dua gambar yang berkelanjutan tanpa ada sorotan yang pertama.. Proses flashing gambar yang berkelanjutan ini akan membuat otak menganggap tidak ada jarak antara dua gambar tersebut dan pergerakannya lembut. Laju flashing gambar ke mata adalah sepuluh flash setiap detiknya, dalam laju ini efek kedip akan tidak terasa. Hanya di sekitar enam belas atau delapan belas gambar baru per detik yang menyebabkan pergerakan dianggap sebagai suatu pergerakan yang dapat diterima dan efek kedip dapat dikurangi sampai ke titik yang dapat diabaikan.
Seiring pergantian abad, laju frame menjadi 18 frame per detik (fps) menjadi sesuatu yang umum. Saat ini baik kamera dan proyektor masih dengan tuas tangan dan memiliki kecepatan 2 putaran per detik yang akan menghasilkan laju frame, yang sangat nyaman.
Sabtu, 16 Mei 2009
Shott..
sebelumnya, perlu halnya untuk lebih mendalami shot-shot yang lazim digunakan dalam sebuah film.
Yang mana penjelasan ini meliputi ukuran, angle, dan fungsi daripada shot-shot tersebut. Berikut
kita mulai dari ukuran shot.
1. LONG SHOT
Jarak pengambilan yang cenderung luas. Menampilkan
situasi dengan fokus subyek yang lebih kecil. Dominan pada suasana yang mewakili plot cerita dalam
sebuah Scene. Subyek disini hanya sebagai indikasi keberadaannya pada sebuah situasi. Fungsi pada
plot adalah sebagai penunjukkan waktu dan lokasi.
2. MEDIUM LONG SHOT
Menunjukkan eksistensi
subyek pada sebuah situasi. Masih dominan pada suasana. Namun, subyek mulai diberi sedikit
identitas. Fungsi pada plot adalah untuk menunjukkan hubungan antara subyek dengan situasi di
dalamnya.
3. FULL SHOT
Ukuran subyek dalam sebuah frame, dari ujung kaki hingga kepala.
Berfungsi sebagai pengenalan sebuah karakter dalam cerita.
4. MEDIUM SHOT
Ukuran subyek dari
pusar hingga kepala. Fungsi pada plot adalah sebagai penunjukkan aktifitas.
5. MEDIUM CLOSE
Ukuran subyek dalam frame dari dada hingga kepala. Berfungsi sebagai penekanan
dialog, ataupun karakter.
3. CLOSE
Ukuran subyek dari leher hingga batas atas
kepala. Berfungsi sebagai penekanan karakter, dialog dramatik, ataupun respon terhadap sebuah
situasi.
4. BIG CLOSE
Ukuran subyek dari batas dagu hingga batas atas kepala.
Berfungsi sebagai penekanan karakter, atau respon/reaksi terhadap sebuah situasi dramatik. Hampir
sama dengan Close-Up, hanya saja lebih mendalam dalam penunjukkan karakternya.
5. EXTREME CLOSE
Ukuran subyek pada satu anggota/bagian tubuh. Berfungsi sebagai indikasi khusus
tentang sebuah aktifitas, ataupun reaksi yang sedang dilakukan.
6. VARIASI SHOT
Sebuah
pengambilan gambar tanpa adanya subyek/tokoh di dalamnya. Ada beberapa type Variasi Shot yang sering
digunakan dalam sebuah film, antara lain;
Ada beberapa gerakan kamera yang sering digunakan, yaitu;
- ZOOM IN/OUT
Mendekatkan fokus
perhatian subyek/obyek (IN), dan menjauhkan fokus perhatian subyek/obyek (OUT).
Efek dari Zoom
In/Out ini pada layar adalah, seperti kita mengamati sebuah benda, lalu kita berjalan mendekatinya,
ataupun menjauhinya.
- PAN
Putaran horizontal kamera dari titik tertentu.
Efek dari Pan ini
pada layar adalah, seperti kita dengan pelahan berputar di satu titik. Pandangan mata akan menyebar
ke seluruh ruangan, atau mengikuti sebuah benda/obyek yang bergerak.
- TILT
Putaran Vertical
kamera dari titik tertentu.
Efeknya dari Tilt ini pada layar adalah, seperti kita memandang
sesuatu sambil menggerakkan kepala dan pandangan mata dari atas ke bawah, atau
sebaliknya.
- TRACK/DOLLY
Hasil dari gerakan seluruh kamera. Tidak terpancang di satu titik
posisi.
Gerakan ini dihasilkan melalui berbagai cara. Antara lain dengan mengkaitkan kamera pada
sebuah tiang (Jimmy Jib), atau juga menaikkan kamera di sebuah kereta dorong (Dolly).
Efeknya pada
layar adalah, hampir sama dengan Zoom In/Out. Hanya saja, gerakan yang dihasilkan lebih realistis,
karena dilakukan secara manual, yaitu mendekatkan kamera pada obyek maupun Subyek. Dan pemotretannya
yang tidak dilakukan di satu titik membuat penonton seakan ikut mengembara dalam pemandangan yang
dihasilkan.
Gerakannya fleksibel, tergantung dengan konsep ataupun plot yang dimainkan. Pada Dolly,
Track bisa dilakukan ke depan, belakang, kiri, kanan, maupun berputar. Sedangkan pada Jimmy Jib,
selain sama dengan Dolly, gerakan bisa dilakukan dengan lebih variatif. Yaitu ke atas, kebawah,
maupun mengibas