Sabtu, 11 April 2009

RUNTUHNYA DOMINASI AGB NIELSEN MEDIA RESEARCH


Kecaman, hujatan, kritikan terhadap rating televisi memang tidak akan pernah berhenti. Salah satu kecaman serius terhadap rating televisi, seperti yang pernah dikemukakan oleh pakar komunikasi politik UI sekaligus sebagai penasehat kepresidenan Rebublik Baru Bisa Mimpi, Effendi Gazali Ph.d (KOMPAS, Jumat, 29 September 2006) adalah sumbangsih rating televisi terhadap matinya akal sehat para pelaku industri televisi nasional. Rating yang seharusnya menjadi pelayan malah mengambil posisi sebagai majikan, program-program televisi nasional seperti kerbau dicucuk hidung melenggak-lenggok mengikuti tren rating! Walhasil bertebaranlah program-program rendah mutu penumpul intelektualitas pemirsa televisi.

Namun para pelaku industri televisi selalu berkelit terhadap kecaman tersebut dengan alasan klasik, kami tidak punya pilihan! Rating televisi dianggap sebagai satu-satunya instrumen ilmiah untuk mengukur tingkat popularitas sebuah program televisi. Semakin populer sebuah program televisi semakin besar pula peluangnya dilirik oleh pengiklan, yang juga berarti peluang besar fulus mengalir deras. Predikat “satu-satunya” tidak hanya disematkan pada instrumen, tapi juga pada penyelenggara rating televisi itu sendiri, yaitu AGB Nielsen Media Research. Lembaga riset multinasional, pemimpin pasar global di industri riset. Bertahun-tahun lamanya Nielsen menjadi penyedia tunggal data rating televisi di seantero dunia, nyaris tak berlawan. Roy Morgan, sebuah perusahaan riset berbasis di Australia sudah berupaya menggemingkan sang “diktator” dengan semangat juang 45 mengkampanyekan metode single source, namun sepertinya tetap tak mampu merebut dan menarik perhatian pelaku industri media dan periklanan.

So, sampai kapan status quo ini akan berlangsung? Sepertinya tidak akan lama! Dominasi Nielsen atas rating televisi akan segera runtuh. Alkisah lembaga riset multinasional yang termasuk dalam 20 besar perusahaan riset di Amerika, Taylor Nelson Sofres bekerja sama dengan TiVo berencana menyelenggarakan pengukuran rating televisi dengan jumlah sampel lebih dari tujuh kali lipat jumlah sampel Nielsen. Saat ini di Amerika, Nielsen menghasilkan rating televisi dari sekitar 14.000 rumah tangga. TNS dan TiVo merencanakan sekitar 100.000 rumah tangga! Jumlah sampel yang maha besar ini menurut pihak TNS membuat data lebih representatif, sehingga dapat menghadirkan informasi lebih dalam mengenai stasiun-stasiun “kecil” yang selama ini cenderung terabaikan. Selain itu, TNS juga mengklaim akan mengukur data kepemirsaan dalam satuan detik alih-alih Nielsen dalam satuan menit.

Lalu apakah rating televisi versi TNS lebih sempurna dari versi Nielsen? Sepertinya tidak, rating televisi versi TNS tetap tidak mampu mendeteksi fenomena TV ritualism. Ritual yang menjadikan televisi hanya sekedar teman pendamping ketika melakukan aktivitas utama, mengetik di depan komputer, mencuci piring atau teman pengantar tidur. Ya, memang tidak ada metode yang sempurna, tapi paling tidak kehadiran rating televisi versi TNS dan TiVo ini bakal membuat persaingan riset kepemirsaan lebih fair.